MEDIANAGANEWS.COM, MEDAN - Politik identitas dan politisasi rumah ibadah harus ditangkal jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebab, politik identitas lebih banyak menimbulkan mudaratnya dibandingkan manfaat untuk masyarakat.
Hal itu dikatakan Ketua Pengurus Wilayah Badan Koordinasi Mubaligh se-Indonesia ( PW Bakomubin) Sumatera Utara, Prof Ansari Yamamah dalam kegiatan Muzakarah Mubaligh Sumatera Utara bertema 'Menangkal Politik Identitas dan Politisasi Rumah Ibadah' di Jalan Sei Serayu Medan, Sabtu (15/7/2023).
"Identitas sebagai politik sebenarnya tidak masalah, karena itu bagian dari mana realita kita berasal. Tetapi politik identitas jika salah memahami akan memunculkan sesuatu yang dapat merusak tatanan dalam bermasyarakat, yang menjadi masalah dikala politik identitas ini di amplifikasi, dimanipulasi untuk target-target politik sembari membenturkan dengan identitas lawan," kata Prof Ansari Yamamah.
Dikatakannya, dampak lainnya adalah hubungan keberagaman kebhinekaan masyarakat Indonesia akan rusak oleh politik identitas tersebut. Sebab itu, masyarakat perlu diberi pemahaman apa dampak negatif dari politik identitas dari lembaga penyelenggaraan pemilu.
"KPU, Bawaslu atau partai seharusnya memberikan pembelajaran kepada masyarakat dalam konteks menghindarkan politik identitas, apalagi yang disirami isu-isu, hoaks dan lainnya. Di situ peran penyelenggara pemilu untuk masyarakat dalam menghadapi pemilu. Jadi perlu kerja keras agar masyarakat terhindar dari politik yang membelah ini," ujarnya.
Prof Ansari Yamamah menambahkan jangan menjadikan rumah ibadah untuk kepentingan politik identitas. Sehingga diharapkan, umat beragama lebih arif dalam menggunakan rumah ibadah tanpa mencampuradukan persoalan politik dengan urusan ibadah.
"Dalam rumah ibadah itu terdiri dari berbagai kelompok, golongan politik, partai dan lainnya. Maka dari itu kami meminta masyarakat untuk menghindari sesuatu yang bisa menyebabkan kepecahan umat beragama, supaya tidak membawa rumah ibadah sebagai ajang perkuat posisi dalam konteks politik," sebutnya.
Ia pun berharap ke penyelenggara pemilu untuk memberikan pencerahan ke masyarakat agar tidak terjebak dalam informasi politik identitas yang hoaks dan lainnya. Kemudian, berharap penyelenggara pemilu tetap teguh memegang aturan hukum. Sebab, tidak mustahil penyelenggara pemilu tidak tergelincir dalam melakukan kegiatan.
"Kita khawatir akan terjadi hal yang dapat merusak citra demokrasi itu sendiri. Tentu saja berhara penyelenggara pemilu banyak melibatkan masyarakat tokoh masyarakat dalam rangka memberikan wawasan pemilu ke masyarakat. Tidak boleh bekerja sendirian," ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Darul Quran, Ustadz Iwan Nasution, mengungkapkan masih banyak belum dilakukan penyelenggara pemilu dalam mengedukasi masyarakat bagaiamana pemilu yang baik.
"Masyarakat kadang melakukan sesuatu tidak sesuai porsinya. Kepada penyelenggara pemilu harus mengoptimalkan bagaimana mengedukasi masyarakat tentang politik yang baik," sebutnya.
Ia pun menuturkan upaya-upaya menangkal politik identitas dalam Pilpres 2024 , pertama penanganan politik identitas destruktif tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara pemilu namun juga seluruh pihak yang berkaitan dengan pemilu seperti pemerintah, masyarakat, dan partai politik peserta pemilu.
Kedua, Para Mubaligh harus itu serta salam memaksimalkan perannya membantu pemerintah agar pesta demokrasi pemilu serentak tahun 2024 mendatang berjalan dengan aman, tentram nantinya.
Ketiga, harus ada penegakan hukum yang adil “tanpa diskriminatif” terhadap para buzzer politik, tim sukses, relawan maupun calon presiden apabila terbukti mengunakan/mengoreng politik identitas dijadikan sebagai komoditas politik.
"Keempat, membangun komunikasi dan cara berkampanye yang baik. Seperti ucapan yang jelas, mulia, baik, lembut dan bersahaja," urainya.
Kemudian mencegah politisasi rumah ibadah dengan menjaga kemurnian masjid sebagai tempat peribadatan dari kepentingan dunia yang sesaat, jemaah masjid yang beragam, menyediakan umat Islam tempat yang benar-benar sejuk, teduh, tenang, dan jauh dari ingar-bingar urusan dunia (politik) serta mengantisipasi agar tidak terjadi konflik sesama umat Islam.
Sementara itu, ketua panitia Ikhyar Velayati menyebutkan, Politik identitas merupakan hal yang menyebabkan polarisasi antar masyarakat, hal tersebut pernah ramai terjadi pada pemilu 2014, 2019 dan juga terjadi pada Pilgub DKI Jakarta hingga akhirnya menyebabkan hubungan antar warga menjadi renggang hanya karena perbedaan pilihan politik.
Di samping itu, aktifis 98 ini mengatakan, sudah pernah terjadi di mana masjid menjadi tempat kampanye, dan tentu saja hal tersebut tidak boleh terjadi kembali, karena jika hal tersebut dibiarkan, bukan hanya dimasyarakat saja polarisasi bisa terjadi, tetapi juga di dalam masjid dan pesantren.
"Jangan sampai hanya gara-gara perbedaan pilihan justru menjadikan seseorang tidak diperbolehkan masuk rumah ibadah. "Ungkapnya.
Belajar dari pengalaman kemarin, Lanjut Ikhyar menambahkan, Bakomubin membuat kegiatan muzakarah Muballigh agar dapat merumuskan program dan strategi untuk mengantisipasi dan meminimalisir politik identitas dan politisasi rumah ibadah pada pileg, pilpres dan pilkada 2024, sehingga pesta demokrasi 2024 justru menjadi momentum persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa. (Rio-PR)